Selasa, 8 Januari 2013

Musik menyatukan Bangsa yang Bhineka

(dok/antara)
Musik dijadikan alat pemersatu segala perbedaan yang ada di Tanah Air ini.

Pergelaran Multimedia Tembang Harmoni berlangsung meriah di Hall D2, Convention, Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta, Selasa (11/9).
Konser yang berlangsung selama dua hari ini yakni pada 11-12 September mampu menghipnosis para penonton melalui para artis pendukung. Gelaran ini diklaim bisa mempersatukan bangsa dan memberikan inspirasi bagi masyarakat.
Addie MS yang ditunjuk sebagai penata musik dalam konser itu, mengatakan, gelaran ini bisa menjadi inspirasi bagi golongan dan agama tertentu untuk memberikan sinergi yang positif lewat musik.
"Segala perbedaan itu sebenarnya bisa dipertemukan, bukan ditiadakan dan menjadi sinergi Indonesia," kata Addie. Addie juga prihatin dengan industri musik saat ini karena maraknya pembajakan album fisik serta nada sambung (RBT) yang penjualannya kian menurun.
Tema lagu pop di industri rekaman Indonesia juga didominasi tentang cinta. Jadi, Addie melanjutkan, pergelaran ini bisa menjadi alternatif bahwa musik pop itu tidak melulu soal cinta, tetapi juga mengenai alam, umat manusia, dan sosial. "Masalah humanistik humaniora di mana kita bisa berdampingan bersama alam," ujar Addie.
Lebih jauh Addie mengatakan, pergelaran ini juga menjadi tantangan tersendiri baginya. Ini karena ia tidak terlibat dalam album-album SBY. Ia juga harus menyatukan lintas generasi dan genre.
Bahkan, bagaimana ia dapat menyatukan perbedaan itu menjadi satu kesatuan harmoni yang indah. "Tantangannya menyatukan dari segi ego dan karakter seseorang. Mengajak masing-masing pihak untuk berkompromi," tuturnya.
Afgan yang saat itu membawakan "Kembali" karya SBY juga selalu grogi. Apalagi, jika lagu dibawakan di depan SBY. Pasalnya, lagu itu merupakan ciptaan SBY. Meski begitu, tidak ada beban membawakan lagu tersebut.
"Saya setiap kali bawain lagu ini pasti grogi di depan Pak SBY. Ditambah beliau kan presiden kita. Tapi beliau sangat senang jika saya bawain lagu ini," ucap Afgan.
Para artis populer seperti Ebiet G Ade, Harvey Malaihollo, Rafika Duri, Rio Febrian, Afgan, Sandhy Sondoro, dan Dira Sugandi tampil optimal. Tidak hanya itu, penata musik serta komposer selain Addie, yakni Dwiki Dharmawan, Yockie Suryo Prayogo, Purwacaraka dan Andi Rianto juga memberikan kemewahan tersendiri dalam setiap lagu yang dibawakan.
Malam itu, para penonton disuguhi lagu-lagu lawas seperti "Nusantara 1" yang dipopulerkan Koes Plus, "Badai Pasti Berlalu" yang dipopulerkan Berlian Hutauruk, serta "Tanah Air" karya Ibu Sud. Meski begitu, hampir sebagian besar lagu yang dibawakan dalam konser tersebut karya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Lagu-lagu yang diikutsertakan merupakan hasil karya SBY pada album Rinduku Padamu (2007), Evolusi (2009), Ku Yakin Sampai di Sana (2010) dan Harmoni Alam Cinta dan Kedamaian (2011).
Pada pembukaan konser itu, Sandhy Sondoro bersama Dira Sugandi membawakan "Save Our Planet". Lagu ciptaan SBY itu dibuat atas keresahannya akan kerusakan lingkungan. Lewat lagu itu, ia berharap masyarakat menjaga lingkungan.
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menunjukkan kebolehannya dalam memainkan piano pada lagu "Bersatu dan Maju".
Lagu yang dibuat SBY untuk Sea Games 2011 itu juga mengikutsertakan Joy Tobing sebagai penyanyi, Dwiki Dharmawan sebagai orkestrasi, serta Addie MS sebagai konduktor. Dari intro dan outro lagu itu seakan mengingatkan dengan salah satu lagu karya David Foster.
Tarian
Selain disuguhi tata musik nan megah, penonton juga disuguhi sebuah tarian karya Sentot S. Di setiap lagu yang dibawakan tidak terlepas dari tangan Sentot untuk menyuguhkan tarian-tarian tradisional yang dibalut tari modern.
Selain itu, penata busana Samuel Wattimena menambah warna etnik dalam konser itu. Ya, semua busana Nusantara turut dihadirkan dalam konser itu, ditambah panggung yang dipenuhi rumah-rumah khas daerah Sumatera Barat, Papua, serta daerah lainnya.
Berbagai jenis musik juga ditawarkan dalam pergelaran akbar ini, seperti pop, rock, jaz serta world music. Nuansa jaz begitu terasa ketika Ireng Maulana dan Kiboud Maulana berkolaborasi dengan Yockie Suryo Prayogo dalam lagu "Untukmu Anak Manis". Lagu itu dibawakan secara instrumentalia.
Tidak ketinggalan Dwiki Dharmawan yang membawa jenis musik world music pada lagu "Berkelana di Ujung Dunia". Irama lagu khas Batak begitu terasa dalam lagu tersebut. Permainan bas Barry Likumahuwa juga bersatu padu dengan penyanyi Dira Sugandi dan Andy /Riff.
Sempat ada kesalahan teknis ketika Brothers & Co tampil bersama Eka Deli membawakan "Bendera". Salah satu mikrofon dari vokalis Brother & Co sempat tidak terdengar jelas. Selain itu, di dalam buku program konser tersebut tercatat nama Andy /Riff yang membawakan lagu itu bukan Brothers & Co dan Eka Deli.
Meski begitu, konser ini patut diacungi jempol. Dari segi tata suara, lampu, panggung, dan artis yang tampil membuktikan bahwa konser ini tidak kalah dengan pertunjukan musik asing, dan sudah seharusnya konser karya anak bangsa menjadi tuan rumah di negeri ini. 

 Sumber :http://www.shnews.co/detile-7775-menyatukan-perbedaan-melalui-musik-.html

Seni Mempersatukan Perbedaan Di Indonesia



Surabaya, (surabaya1.com) - Kecintaan terhadap budaya ternyata mampu mempersatukan berbagai macam perbedaan, yang ada di dalam kehidupan bermasyarakat. Budaya tidak memandang perbedaan politik, suku, agama, atau ras, namun justru mempersatukannya. Salah satu contoh terpeliharanya budaya suatu daerah adalah kebudayaan itu menjadi kebanggaan warganya. Seperti budaya Grebeg Suro , berupa Festival Reog Nasional justru telah dikenal hingga ke manca negara.

“Acara ini mendapat apresiasi yang tinggi dari dunia internasional. Maka harus dilaksanakan dengan baik” ujar Soekarwo, Gubernur Jawa Timur, saat menutup Grebeg Suro Festival Reog Nasional Ke-XIX Tahun 2012, di alun-alun Kabupaten Ponorogo, Rabu (15/11).

Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan, masyarakat sampai saat ini masih banyak yang sangat mencintai kebudayaan. “Kalau bicara budaya pasti rukun, karena masyarakat ingin supaya budaya dapat terpelihara dengan baik, dan menjadi kebanggaan daerahnya” ujarnya.
Diungkapkan oleh Soekarwo, kesenian Reog Ponorogo saat ini telah menjadi salah satu seni yang diminati juga oleh masyarakat Indonesia secara luas, tidak hanya dari Ponorogo. “Dalam festival ini ada peserta dari DKI Jakarta, Lampung, Kalimantan Timur, dan lain-lain. Ini bukti bahwa Reog juga dicintai daerah lain, tidak hanya Jatim saja. Semua kumpul jadi satu, karna kebudayaan yang mempersatukan kita” tutur Pakdhe Karwo, panggilan akrab Gubernur.

Pada 2012 ini data kunjungan wisatawan lokal dan internasional di Jawa Timur mencapai 31 juta jiwa. Hal ini lanjut Soekarwo merupakan kesempatan emas bagi setiap daerah, untuk mempromosikan potensi wisata daerahnya. “Jika pariwsata kita tumbuh dengan baik, tentu masyarakat juga tambah sejahtera. Kuncinya jagalah kerukunan” pesannya.

Sementara itu, Bupati Ponorogo, H. Amin mengatakan, Reog Ponorogo merupakan salah satu budaya yang telah banyak dikembangkan oleh daerah lain di seluruh Indonesia, yang dapat dibuktikan dari meningkatnya jumlah peserta festival, yang berasal dari luar daerah yang terus meningkat setiap tahunnya.

Festival Reog Nasional tahun ini diikuti sebanyak 53 grup yang terdiri dari 29 grup berasal dari Ponorogo dan 24 grup lainnya berasal dari luar Ponorogo diantaranya Surabaya, Madiun, Jember termasuk Jakarta, Batam, Kepulauan Riau, Riau, Lampung, dan kota-kota lain di Jawa. Sebanyak 29 grup asal Ponorogo merupakan perwakilan masing-masing kecamatan dan sekolah serta perguruan tinggi di Ponorogo.

Dalam Festival Reog Nasional Ke-XIX, juara pertama diraih oleh Grup Bantarangin dari DKI Jakarta. Grup tersebut mendapat Piala Presiden RI yang diserahkan oleh Gubernur Jawa Timur Soekarwo. Sementara itu, juara 2 diraih oleh grup Reog dari SMAN II Ponorogo, juara 3 oelh grup Reog SMAN I Ponorogo, juara 4 oleh grup Reog dari Madiun, juara 5 oleh grup Reog Singo Mangkujoyo dari Surabaya, juara 6 grup Reog dari Kecamatan Jenangan, juara 7 grup Reog dari SMA Muhammadiyah I Ponorogo, juara 8 grup Reog Purbaya dari Surabaya, juara 9 grup Reog dari Kabupaten Jember dan juara 10 grup Reog dari Kecamatan Ponorogo.

Sumber : http://surabaya1.com/berita/6729.html

Seni Mempersatukan Perbedaan

Sebanyak 25 orang dari Paduan Suara Remaja GKJ Mojosongo tampil apik saat membawakan lagu yang pernah dipopulerkan almarhum Chrisye, Lilin-lilin Kecil. Suara indah yang berpadu dengan alunan musik organ memancarkan suasana damai. Seketika salah satu dari mereka pun membacakan puisi dengan masih diiringi musik. Pembacaan yang lembut namun lantang ini pun membuat suasana  ruang semakin tergetar akan arti persatuan.
Usai Paduan suara GKJ Mojosongo, Paduan Suara dari Universitas Setia Budi (USB) pun tampil di panggung. Mereka tampil membawakan lagu kembali membakar jiwa persatuan dengan dua lagu berjudul Pemuda dan Tanah Air.
Selanjutnya dua remaja mengenakan pakaian adat Bali dengan mangkok berisi bunga kamboja di tangannya, menari dengan lincah. Tatapan mata yang tajam melirik ke seluruh sudut ruang tetap dengan senyum dan keceriaan. Kedua gadis dari perwakilan Hindu tersebut sedang menarikan tari Panyembarama dari Bali. Tarian yang melukiskan keceriaan dan keramahan ini biasa ditarikan untuk ucapan selamat datang maupun untuk upacara adat agama Hindu.
Paduan suara GKJ Mojosongo, paduan suara USB, dan perwakilan agama Hindu ini  merupakan tiga di antara puluhan penampil pada acara Pentas Seni Sumpah Pemuda bertajuk Membangkitkan Budaya Damai dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Selasa (30/10) di Vihara Dharma Sundara, Pucangsawit. Pentas yang diadakan oleh Pelayanan Mahasiswa dan Budaya Surakarta ini memang berasa meriah dan damai. Pasalnya, acara yang dilaksanakan untuk memperingati hari Sumpah Pemuda ke 84 ini dihadiri oleh berbagai agama.
Acara ini semakin menunjukkan bahwa perbedaan adalah hal indah dan bukan sumber pemecah. “Kami berharap dengan acara yang ini, bisa tumbuh rasa cinta Tanah Air dan negara,” kata Ketua Panitia, Ratna Prajati. Rahayu Astrini

Sumber : http://joglosemar.co/2012/10/seni-mempersatukan-perbedaan/

Sendratari Bali Menyatukan Bangsa



Sendratari merupakan nama seni pertunjukan yang sangat familiar di tengah masyarakat Bali. Adalah di arena Pesta Kesenian Bali (PKB) pamor seni drama tari ini melejit. Sejak awal PKB, 1978, sendratari menjadi pagelaran bergengsi, membuka dan menutup pesta seni, hingga kini. Demikian pula pada PKB ke-33 tahun 2011 ini, pementasan sendratari kembali akan dapat disimak penonton. Tengoklah persiapannya di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Sejak sebulan terakhir ini, lembaga yang dulu bernama ASTI dan STSI tersebut, telah melakukan latihan-latihan sendratari untuk ditampilkan pada pembukaan PKB tanggal 11 Juni nanti. Para seniman–mahasiswa dan dosen–lembaga seni ini akan menyuguhkan sendratari kolosal bertajuk “Bhisma Dewabharata“.
Penonton tak hanya dapat mengapresiasi sendratari garapan ISI. Selain akan ditutup dengan sendratari besutan SMK Negeri 3 Sukawati (dulu Kokar-SMKI), duta kabupten/kota se-Bali juga telah mempersiapkan garapan sendratarinya. Sendratari masing-masing daerah tingkat II itu ditampilkan sebagai suguhan pamungkas Parade Gong Kebyar. Sendratari pendek dan padat yang disebut fragmen tari itu biasanya digarap dengan gereget sarat rivalitas karena dihadirkan dalam bentuk pentas bersanding alias mabarung. Karenanya, penggarapan dan pementasan sendratari kabupaten/kota itu menjanjikan kreativitas seni yang sangat diminati penonton pesta seni.
Di arena PKB, sendratari adalah primadona penonton. Bahkan PKB itu sendiri identik dengan sendratari. Sebab, dulu ketika PKB yang dirintis gubernur Bali Ida Bagus Mantra digelinding di tengah masyarakat, gaungnya belum segemuruh sekarang. Pagelaran sendratarilah yang menggiring penonton ke tempat penyelenggaraan PKB, Taman Budaya Bali. Mengambil tempat pentas di panggung terbuka Ardha Candra, sendratari yang disajikan oleh para seniman Kokar dan ASTI tersebut berhasil memesona penonton. Dalam bentuk pementasan sendratari kolosal yang dibawakan ratusan pelaku seni pertunjukan, PKB semakin menor pamornya. Tokoh Bima dan Sakuni dalam sendratari Mahabarata menjadi idola penonton yang datang dari penjuru Bali.
Sendratari menguak di tengah khasanah kesenian Bali pada tahun 1960-an. Konsep artistiknya sudah muncul sebelumnya di Jawa. Tetapi sendratari Bali memilih langkah perjalanannya sendiri. Jika di Jawa Tengah sendratari diciptakan untuk kepentingan wisatawan mancanegara, sendratari Bali berkembang sebagai seni pentas tontonan masyarakat lokal. Sebelum melambung di arena PKB, genre sendratari yang disosialisasikan Kokar dan ASTI, menjadi seni tontonan favorit masyarakat di pelosok desa yang dihadirkan serangkaian dengan ritual keagamaan. Pada tahun 1970-an, masyarakat Bali sering menggelar sendratari, selain juga wayang kulit, Drama Gong dan Arja.
Konsep artistik sendratari Jawa adalah drama tari tanpa dialog langsung. Konsep ini pada awalnya juga diterapkan di Bali, dimana narasi cerita hanya dikisahkan secara abstrak lewat alunan tukang tandak seperti halnya yang sudah ditradisikan dalam tari klasik legong. Tetapi konsep dramatik non verbal ini kemudian bergeser. Di panggung Ardha Candra  PKB, peranan dalang sebagai pengkisah menjadi cukup dominan. Penonjolan peran dalang ini sebagai konsekuensi dari panggung yang luas, tata garap kolosal, dan lebarnya jarak pandang dan dengar penonton. Di panggung terbesar di Bali itu, ramuan estetika koreogarafi seni pentas ini disiasati, dari yang bersifat detail individual ke global massal. Dengan jumlah penonton yang relatif banyak, visualisasi artistik yang dipaparkan di atas panggung, dikomunikasikan secara verbal oleh dalang.
Sebagai sebuah genre seni pentas masa kini, sendratari rupanya terbuka dengan segala pembaharuan artistik, selain  berkembang secara kompromistis dengan dinamika atmosfer masyarakat. Secara kodrati, seni sebagai ekspresi budaya memang akan mereprersentasikan nilai-nilai kehidupan manusia pelaku kebudayaan. Sendratari telah menjadi bagian dinamika masyarakat Bali modern, dari masyarakat di pelosok desa hingga dikagumi masyarakat penonton PKB, forum penikmat seni seluruh Bali. Kini, telah lebih dari 30 tahun, sendratari  dinikmati penonton di arena PKB. Dari tahun ke tahun, para seniman pertunjukan sendratari tak pernah berhenti berproses dan bereksplorasi menggali berbagai kemungkinan artistik, membinarkan sendratari.
Binar sendratari agaknya akan masih berkemilau. Pada awal paruh tahun 2000-an, memang dirasakan antusiasisme penonton PKB menyaksikan sendratari agak menurun. Tetapi karena semangat para kreator dan seniman pelakunya tetap konsisten, penggarapan dan pementasan sendratari kolosal PKB belum pernah sepi penonton. Disaksikan ribuan penonton, ketika pembukaan atau penutupan PKB, Pemda Bali dengan bangga menyuguhkan sendratari kepada para pejabat tinggi negara. Dalam konteks ini, sendratari  berkontribusi mengawal reputasi dan prestise budaya Bali di tataran nasional. Sendratari Bali sebagai sebuah ekspresi seni budaya bangsa hadir luwes dan elegan. Seni sebagai media komunikasi spesifik dipadukan dengan seni sebagai media komunikasi verbal. Keindahan dan keapikan aspek astistiknya disangga oleh tata narasi, selain dalam rajutan bahasa Bali namun juga dalam bahasa Indonesia. Seni, sendratari menyatukan kita.

Sumber : http://www.isi-dps.ac.id/berita/sendratari-bali-menyatukan-bangsa-indonesia

Seni Menjadi Penyatu Bangsa



Selaku Pembina Paguyuban Pacitan memberikan sambutan atas terselenggaranya kegiatan seni ini
Selaku Pembina Paguyuban Pacitan memberikan sambutan atas terselenggaranya kegiatan seni ini
Syukur Alhamdulillah, pemerintah menjelang Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2011,  mengembalikan penanganan dan pembangunan kebudayaan bangsa ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Keputusan itu merupakan suatu keputusan yang sangat dinantikan dengan harapan bahwa kebudayaan bangsa dapat menjadi perekat persatuan dan kesatuan yang merangsang pembangunan yang gegap gempita. Perekat bangsa yang mempersatukan bangsa yang bhineka dalam kesatuan yang bermutu dan dinamik yang maju pesat membangun keluarga-keluarga yang bermutu dan sejahtera.
Salah satu contoh yang menarik terjadi minggu lalu di Jakarta. Pemerintah dan masyarakat Pacitan, dalam rangka ulang tahun Provinsi Jawa Timur ke 66, diundang mengisi acara di Anjungan Jawa Timur, Taman Mini Indonesia Indah dengan penyajian tarian dan nyanyian yang mencerminkan keindahan budaya bangsa. Dengan mengirim sebuah “sms”, Bupati Pacitan, Drs. Indartato, MM yang simpatik,  seakan membunyikan kentongan, sehingga sms itu beredar ke seluruh warga Pacitan di wilayah Jabodetabek, bahkan sampai ke wilayah Karawang dengan akibat acara yang digelar di anjungan Jawa Timur bludag penuh sesak dengan warga yang ceria.

Dari dandanannya tidak lagi kelihatan seperti warga Pacitan yang biasa dikenal sebagai orang desa. Mereka sudah menjadi orang kota yang penuh kebanggaaan karena daerahnya selalu menghasilkan putra-putra bangsa yang bisa menjadi andalan bangsa dengan jabatan sebagai Dirjen atau pejabat eselon I di pemerintahan, Kepala Bulog, Menteri sampai Menko, Wakil Ketua DPA, bahkan sekarang ada yang menjadi Presiden RI. Mereka tidak lagi malu mengaku orang Pacitan biarpun mereka dikenal sebagai konsumen nasi tiwul yang sering dikonotasikan sebagai pertanda penduduk miskin. Yang hadir dalam gelar seni minggu lalu tidak lagi membawakan kesan seperti itu, mereka sangat bahagia dan memberikan penghargaan yang sangat tinggi terhadap gelar seni yang dibawakan seniman dalam aneka acara yang sangat menakjubkan.

Para pejuang Pacitan yang ada di Jabodetabek merasa sangat bangga karena seniman dan seniwati yang datang dan menyajikan berbagai nyanyian, tarian dan lawakan di anjungan Jawa Timur itu menunjukkan sajian yang sangat membanggakan. Yang gadis kelihatan cantik dan tidak lagi ndesani, atau nampak seperti orang desa yang sederhana dan kumuh, bahkan layak ikut bertanding dalam acara laga nasional puteri Indonesia maupun laga internasionalnya. Yang pria potongannya sudah sangat trendy biarpun dipasangi dengan baju tradisional Pacitan Jawa Timuran. Bicaranya ceplas ceplos biarpun dalam bahasa Jawa yang mudah dimengerti. Terlihat percaya dirinya tinggi sehingga sapaannya mengena dan sanggup menahan para penonton yang sering tergoda ingin makan makanan khas yang tersaji di sekitar anjungan Jawa Timur yang selalu menggoda.

Dari contoh kecil untuk satu kabupaten, kita melihat bahwa kerinduan akan seni dan budaya telah berhasil mengumpulkan dan membuat ratusan keluarga dan ribuan penduduk berbagi senyum dan kebahagiaan. Lebih dari itu anak bangsa, dengan sentuhan seni dan budaya sanggup berbagi kebanggaan dan kekaguman akan kekayaan dan kejayaan nenek moyangnya. Bangsa Indonesia sesungguhnya adalah bangsa yang berbudaya dan akan menjadi sangat dinamik kalau dipadu dalam persatuan dan kesatuan yang penuh kedamaian dalam satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa yang cinta keindahan dan perdamaian.  (Prof. Dr. Haryono Suyono, Mantan Menko Kesra dan Taskin, www.haryono.com).

Sumber : http://www.haryono.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1772:seni-budaya-mempersatukan-bangsa&catid=1:artikel&Itemid=9